IPNU: Landasan Berfikir, Bersikap, Berorganisasi dan Jati Diri

Cara Berfikir. Cara berfikir menurut IPNU sebagai manifestasi ahlussunah wal jama’ah adalah cara berfikir teratur dan runtut dengan memadukan antara dalil naqli (yang berdasar al-Qur’an dan Hadits) dengan dalil aqli (yang berbasis pada akal budi) dan dalil waqi’i (yang berbasis pengalaman). Karena itu, di sini IPNU menolak cara berpikir yang berlandaskan pada akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir bebas (liberal tingkers) dan kebenaran mutlak ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir materialistis (paham kebendaan). Demikian juga IPNU menolak pemahaman zahir (lahir) dan kelompok tekstual (literal), karena tidak memungkinkan memahami agama dan kenyataan social secara mendalam.
Cara Bersikap. IPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam pandangan IPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.
Cara Bertindak. Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan kehendak. Karena itu dalam bertindak, IPNU tidak bersikap menerima begitu saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab (usaha). Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak. Tindakan manusia tidak perlu di batasi dengan ketat, karena akan dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan demikian IPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.
LANDASAN BERSIKAP
Semua kader IPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar keagamaan Islam ala ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang bersumber dari masyarakat. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Diniyyah/Keagamaan; a) Tauhid (al-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT. sebagai sumber inspirasi berpikir dan bertindak; b) Persaudaraan dan persatuan (al-ukhuwwah wa al-ittihad) dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk; c) Keluhuran moral (al-akhlaq al-karimah) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran (al-shidqu). Bentuk kebenaran dan kejujuran yang dipahami: (1) Al-shidqu il Allah. Sebagai pribadi yang beriman selalu melandasi diri dengan perilaku benar dan jujur, karena setiap tindakan senantiasa dilihat Sang Khalik; (2) Al-shidqu ila ummah. Sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kesalehan sosial, jujur dan benar kepada masyarakat dengan senantiasa melakukan pencerahan terhadap masyarakat; (3) Al-shidqu ila alnafsi, jujur dan benar kepada diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan kualitas diri; (4) Amar ma’ruf nahy munkar. Sikap untuk selalu menyerukan kebaikan dan mencegah segala bentuk kemungkaran.
2. Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan; a) Menunjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat peningkatan kualitas SDM IPNU dan menghargai para ahli dan sumber pengetahuan secara proporsional; b) Menunjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT; c) Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan; a) Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi; b) Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
4. Keikhlasan dan Loyalitas; a) Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang; b) Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU.
LANDASAN BERORGANISASI
1. Ukhuwah; Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan) yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan ukhuwah IPNU meliputi:
- Ukhuwwah Nahdliyyah;Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain, sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai system pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan dan agama yang ada. Kader IPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.
- Ukhuwwah Islamiyyah.Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil.Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain. Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.
- Ukhuwwah Wathaniyyah. Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.IPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia). Karena itulah IPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga. Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun-dari bangsa lain. Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU selalu gigih menegakkan nasionalisme sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Indonesia.
- Ukhuwwah Basyariyyah.Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, islamiyah dan wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit. NU tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia, menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neoimperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan. Bagi IPNU, penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan. Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.
3. Ibadah (Pengabdian); Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU bukan untuk mencari penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang mulia. Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan pribadi atau golongan. Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU selama ini terjadi karena pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya. Pengalaman tersebut sudah semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan kerja-kerja peradaban IPNU akan semakin dinamis dan nyata.
4. Asketik (Kesederhanaan); Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik (hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU. Sikap ini bukan berarti anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin. Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi; Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali, mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka. Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, system politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa nusantara sendiri.
6. Komitmen Pada Korp; Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi, maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan) organisasi. Karena itu seluruh anggota korp harus secara bulat menerima keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup dan seluruh prinsip organisasi. Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukup menerima ideology dan prinsip pergerakan semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut. Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia pada pimpinan. Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program, pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada anggota korp. Sebaliknya, angga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.
7. Kritik-Otokritik; Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya program, maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU.
JATI DIRI IPNU
1. Hakikat dan Fungsi IPNU
a) Hakikat; IPNU adalah wadah perjuangan
pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman,
kebangsaan, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran dalam upaya
penggalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumber daya anggota,
yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b) Fungsi. IPNU berfungsi sebagai : Wadah
berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah, Wadah berhimpun
pelajar NU untuk mencetak kader ilmu, Wadah berhimpun pelajar NU untuk
mencetak kader organisasi, Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran
panggilan dan pembinaan (target kelompok) IPNU adalah setiap pelajar
bangsa (siswa dan santri) yang syarat keanggotaannya ketentuan dalam
PD/PRT.
2. Posisi IPNU
a) Intern (dalam lingkungan NU); IPNU
sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki
kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya,
yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masingmasing badan yang
berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang
menjadi sasaran dan bidang garapannya masingmasing.
b) Eksteren (di luar lingkungan NU); IPNU
adalah bagian integral dari generasi muda Indonesia yang memiliki
tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik
Indonesia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita
perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.
3. Orientasi IPNU; Orientasi IPNU
berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa
menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar,
berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan kebangsaan,
keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.
a) Wawasan Kebangsaan; Wawasan
kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman
masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan,
hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian
terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan,
persamaan, dan demokrasi.
b) Wawasan Keislaman; Wawasan
keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam sebagai
sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja-kerja peradaban.
Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam, mempunyai
sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itu, IPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan i’tidal,
menunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan; tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar,
memiliki kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta
mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan
lingkungan, mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir,
bersikap, dan bertindak.
c) Wawasan Keilmuan; Wawasan
keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai alat
untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga ilmu
pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan. Dengan ilmu
pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga
diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar kesadaran yang wajar akan
kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang
berguna.
d) Wawasan Kekaderan; Wawasan
kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah untuk
membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki komitmen
terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi, bertanggungjawab
dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga diharapkan dapat
membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah,
memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen
terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki kemampuan teknis mengembangkan
organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.
e) Wawasan Keterpelajaran; Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat
keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu,
berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan
tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang
berpihak pada kebenaran. Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan
anggotanya untuk senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus
menerus; mencintai masyarakat belajar; mempertajam kemampuan mengurai
dan menyelidik persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran
agar dapat membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima
perubahan, pandangan dan cara-cara baru; menjunjung tinggi nilai, norma,
kaidah dan tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa
depan.
Keikhlasan dan Loyalitas; p style=”padding-left: 30px;”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar